Working languages:
English to Indonesian
Indonesian to English

awanty
Accurate Interpreting and Translating

Local time: 20:08 WIB (GMT+7)

Native in: Indonesian Native in Indonesian
  • Send message through ProZ.com
Feedback from
clients and colleagues

on Willingness to Work Again info
No feedback collected
Account type Freelance translator and/or interpreter
Data security Created by Evelio Clavel-Rosales This person has a SecurePRO™ card. Because this person is not a ProZ.com Plus subscriber, to view his or her SecurePRO™ card you must be a ProZ.com Business member or Plus subscriber.
Affiliations This person is not affiliated with any business or Blue Board record at ProZ.com.
Services Translation, Interpreting, Editing/proofreading, Subtitling, MT post-editing, Transcription
Expertise
Specializes in:
Environment & EcologyTelecom(munications)
Advertising / Public RelationsLinguistics
SurveyingFisheries
Marketing / Market Research

KudoZ activity (PRO) Questions asked: 4
Portfolio Sample translations submitted: 3
English to Indonesian: All About Bird-flu Or Avian Influenza
Source text - English
What is avian influenza?
Avian influenza, or “bird flu”, is a contagious disease of animals caused by viruses that normally infect only birds and, less commonly, pigs.

Avian influenza viruses are highly species-specific, but have, on rare occasions, crossed the species barrier to infect humans.
Which viruses cause highly pathogenic disease?
Influenza A viruses have 16 H subtypes and 9 N subtypes. Only viruses of the H5 and H7 subtypes are known to cause the highly pathogenic form of the disease.
Does the virus spread easily from birds to humans?
No. Though more than 100 human cases have occurred in the current outbreaks, this is a small number compared with the huge number of birds affected and the numerous associated opportunities for human exposure, especially in areas where backyard flocks are common.
How do people become infected?
Direct contact with infected poultry, or surfaces and objects contaminated by their faeces, is presently considered the main route of human infection. To date, most human cases have occurred in rural or semi urban areas where many households keep small poultry flocks, which often roam freely, sometimes entering homes or sharing outdoor areas where children play. As infected birds shed large quantities of virus in their faeces, opportunities for exposure to infected droppings or to environments contaminated by the virus are abundant under such conditions. Exposure is considered most likely during slaughter, defeathering, butchering, and preparation of poultry for cooking.
What are the major symptoms and implications for human health?
The widespread persistence of H5N1 in poultry populations poses two main risks for human health. The first is the risk of direct infection when the virus passes from poultry to humans, resulting in very severe disease. Of the few avian influenza viruses that have crossed the species barrier to infect humans, H5N1 has caused the largest number of cases of severe disease and death in humans. Unlike normal seasonal influenza, where infection causes only mild respiratory symptoms in most people, the disease caused by H5N1 follows an unusually aggressive clinical course, with rapid deterioration and high fatality.

Symptoms may start similar to a common cold with cough and cold with fever. However there may be rapid progression to pneumonia and multiple organ failure could result. Primary viral pneumonia and multi-organ failure are common. A second risk, of even greater concern, is that the virus – if given enough opportunities will change into a form that is highly infectious for humans and spreads easily from person to person. Such a change could mark the start of a global outbreak (a pandemic).
What drugs are available for treatment?
Two drugs (in the neuraminidase inhibitors class), oseltamivir (commercially known as Tamiflu) and zanamivir (commercially known as Relenza) can reduce the severity and duration of illness caused by seasonal influenza. The efficacy of the neuraminidase inhibitors depends on their administration within 48 hours after symptom onset. For cases of human infection with H5N1, the drugs may improve prospects of survival, if administered early, but clinical data are limited. The H5N1 virus is expected to be susceptible to the neuraminidase inhibitors.
What precautions do I need to take if I am in an area affected by Avian influenza?
If you are passing through, or live in an area affected by Avian influenza, please bear in mind that bird flu can be prevented with some basic precautions:

People should avoid contact with chickens, ducks or other poultry unless absolutely necessary. This is the best way to prevent infection with the bird flu virus.
Children are at high risk because they may play where poultry are found. Teach your children the following basic guidelines:
Avoid contact with any birds, their feathers, faeces and other waste.
Do not keep birds as pets.
Wash hands with soap and water after any contact.
Not to sleep near poultry.
Do not prepare poultry from affected areas as food for your family or animals. The slaughter and preparation of such birds for food is dangerous.
If you unintentionally come into contact with poultry in an affected area, such as touching the bird's body, touching its faeces or other animal dirt, or walking on soil contaminated with poultry faeces:
wash your hands well with soap and water after each contact;
remove your shoes outside the house and clean them of all dirt; and
check your temperature for 7 days at least once daily. If you develop a high temperature (>37.5°C), visit a doctor or the nearest health care facility immediately.
Precautions can be taken when visiting friends or relatives in health-care facilities.
Translation - Indonesian
Apa itu avian influenza? Avian influenza, atau ''flu burung'' adalah sebuah penyakit menular pada hewan yang disebabkan oleh virus yang biasanya hanya menyerang unggas dan kadang-kadang juga menyerang babi.

Virus Avian influenza sangat spesies-spesifik atau menyerang satu jenis spesies saja, namun dalam beberapa kasus virus ini melompati batas spesiesnya dan menyerang manusia. Virus mana yang menyebabkan penyakit dengan patogenitas tinggi? Virus influenza tipe A memiliki 16 sub - tipe H dan 9 sub - tipe N. Hanya virus dengan sub - tipe H5 dan H7 saja yang diketahui menimbulkan penyakit dengan patogenitas tinggi.
Apakah virus ini dengan mudah menular dari unggas kepada manusia?
Tidak. Meski terdapat lebih dari 100 kasus pada manusia saat wabah penyakit baru-baru ini, namun jumlahnya masih sangat kecil dibanding dengan jumlah unggas yang terkena penyakit dan besarnya kesempatan penularan pada manusia terutama di daerah yang banyak memelihara unggas pekarangan.
Bagaimana manusia bisa terinfeksi?
Kontak langsung dengan unggas yang sakit atau dengan benda dan bagian-bagian lain yang terkontaminasi oleh kotoran hewan, dipandang sebagai salah satu cara utama penularan pada manusia. Hingga saat ini, kebanyakan kasus pada manusia terjadi di daerah pedesaan atau wilayah semi - urban, dimana banyak keluarga yang memelihara unggas dalam jumlah yang tidak terlalu besar dan biasanya berkeliaran dengan bebas, kadang-kadang masuk ke rumah, kadang-kadang berada di pekarangan dimana anak-anak bermain. Karena unggas yang sakit mengeluarkan banyak leleran virus melalui kotoran, dalam kondisi seperti ini kesempatan tertular melalui kotoran yang terinfeksi atau lingkungan yang terkontaminasi oleh virus sangat besar. Penularan lazimnya terjadi saat memotong, mencabut bulu, membersihkan dan saat mempersiapkan unggas sebelum dimasak.
Apa gejala-gejala utama dan dampaknya terhadap kesehatan manusia?
Penyebaran H5N1 pada populasi unggas, yang terjadi terus-menerus, menimbulkan dua risiko utama bagi kesehatan manusia. Yang pertama adalah risiko infeksi secara langsung, saat virus berpindah dari unggas kepada manusia, yang menyebabkan sakit yang parah. Dari sedikit virus yang mampu melompati spesiesnya dan berpindah kepada manusia, H5N1-lah yang paling banyak menyebabkan kasus sakit yang parah dan kematian pada manusia. Perbedaan flu ini dengan flu yang terjadi karena pergantian musim, yang hanya menyebabkan gejala-gejala gangguan pernafasan ringan pada kebanyakan manusia, penyakit yang disebabkan oleh H5N1 menimbulkan gejala-gejala klinis yang sangat agresif dan sangat tidak biasa, yang diikuti dengan memburuknya kondisi tubuh dengan sangat cepat dan sangat fatal.

Gejala-gejala awalnya hampir sama dengan flu biasa seperti batuk dan demam. Meski demikian, penyakitnya berubah cepat menjadi radang paru (pneumonia) dan menyebabkan gagalnya beberapa fungsi organ tubuh. Radang paru, terutama yang disebakan oleh virus primer dan gagalnya beberapa organ tubuh merupakan hal yang sering terjadi. Risiko yang kedua, yang juga menjadi kekhwatiran besar, adalah bahwa virus - jika mendapat kesempatan yang cukup akan berubah bentuk menjadi virus yang sangat mudah menjangkit pada manusia dan menyebar dengan cepat dari satu orang ke orang yang lain. Perubahan seperti ini akan menjadi awal dari wabah global (sebuah pandemik).
Obat apa yang tersedia untuk penyembuhan?
Dua obat-obatan (yang termasuk kelas neuraminidase yang memperlambat), oseltamivir (yang dijual dengan Tamiflu) dan zanamivir (yang dijual dengan nama Relenza) dapat mengurangi tingkat keparahan dan jangka waktu penyakit yang disebabkan oleh influenza akibat perubahan musim. Kemanjuran menghambat dari neuraminidase bergantung pada pemakaian dalam jangka waktu 48 jam setelah munculnya gejala. Untuk kasus manusia yang terinfeksi H5N1, obat-obat ini berpeluang meningkatkan kemungkinan bertahan jika diberikan dengan segera, namun data-data klinis sangat terbatas. Virus H5N1 diharaprentan terhadap penghambat neuraminidase.
Langkah-langkah pencegahan seperti apa yang harus saya lakukan jika berada di daerah yang terjangkit Avian Influenza?
Jika Anda melewati daerah itu, atau tinggal di daerah yang terjangkit Avian influenza, camkan baik-baik bahwa bahwa flu burung dapat dicegah dengan melakukan langkah-langkah dasar:
Mencegah kontak dengan ayam, itik atau unggas lain kecuali jika memang perlu. Ini adalah cara paling baik untuk mencegah terjangkit virus flu burung.
Anak-anak berisiko tinggi tertular karena mereka mungkin bermain di tempat yang sama dengan tempat unggas berkeliaran.
Ajarkan anak-anak Anda beberapa petunjuk dasar seperti: mencegah kontak dengan unggas apapun, dengan bulunya, dengan kotoran unggas dan kotoran-kotoran yang lain.
Jangan memelihara unggas sebagai hewan kesayangan.
Cuci tangan dengan sabun dan air setiap kali melakukan kontak.
Jangan tidur di dekat unggas.
Jangan memasak dan memberikan unggas yang berasal dari daerah tertular kepada keluarga atau hewan lain.
Proses pemotongan dan persiapan unggas, untuk dikonsumsi, yang berasal dari daerah tertular sangat berbahaya.
Jika tanpa sengaja Anda melakukan kontak dengan unggas di daerah tertular, seperti memegang badannya, menyentuh kotoran unggas atau kotoran lainnya, atau berjalan di atas tanah yang terkontaminasi kotoran ayam:
cucilah tangan Anda dengan sabun dan air setelah terjadinya kontak;
lepaskan sepatu Anda di luar rumah dan bersihkanlah semua kotoran;
dan periksalah suhu tubuh Anda selama tujuh hari berturut-turut, paling sedikit satu kali sehari. Jika suhu tubuh meningkat ( >37.5°C), temuilah dokter atau segera datang ke rumah sakit terdekat.
Langkah-langkah pencegahan dapat dilakukan saat mengunjungi teman atau kerabat yang dirawat di rumah sakit.

Jika Anda menjenguk pasien yang terkena flu burung, ikutilah saran dari petugas rumah sakit untuk mengenakan pakaian pelindung, termasuk masker, jubah panjang, sarung tangan, dan kacamata pelindung.
Pakaian pelindung seperti ini sangat dibutuhkan terutama jika Anda melakukan kontak langsung dengan pasien dan/atau lingkungan sekitar pasien.
Yang juga penting adalah masker pelindung harus benar-benar pas. Jika tidak pas, mintalah nasihat dari petugas rumah sakit.
Saat meninggalkan kamar pasien Anda harus melepaskan perlengkapan ini dan mencuci tangan Anda dengan sabun dan air.
English to Indonesian: The Punan of Malinau and claims to land
Source text - English
The Punan in Malinau have a special position in the power constellation of the district. Until the 1970s, many of them were largely nomadic, basing their livelihoods on hunting and gathering. They are less organized than the other groups and have almost no representation in the government except for a small number of Punan teachers. They have therefore been especially disadvantaged in negotiations over boundaries and benefits. An example is the case of Mirau during mid 2000, when the inhabitants returned from a forest product collecting trip and found their boundary with Laban Nyarit being marked by a joint Mirau–Laban Nyarit mapping team of which they were not previously informed.

Even when the Punan have shared decision-making with other ethnic groups, they face the additional burden of prejudice since they are fewer in number and lack political clout. Where negotiations have occurred and agreements have been stable, villages have had limited success in enforcing the latter. IPPK activities that involved cutting roads through the territory of other villages have, in at least four cases (Setulang, Gong Solok, Laban Nyarit and Long Loreh), removed timber or destroyed valued fruit trees, generating anger among Punan villagers with acknowledged claims to these lands (Anau et al, 2002).

With valuable resources at stake, a highly competitive atmosphere and a lack of trust, the threat of merging territories has caused new anxieties. Most of these are concerned with questions of people’s rights. Do they now have to share their rights with everyone in the new village, even those outside their ethnic group or clan? Do they lose their rights to individual property located in a village, other than that at which they reside? What happens to claims to abandoned territories?

These anxieties were expressed during CIFOR’s annual community workshop in Setarap in April 2003. When asked their opinion on the merging of villages, 31 of the 51 participants expressed disagreement. In addition to a lack of trust in the government (11 responses), the main reason was the fear of losing rights to resources to which they claimed title (9 responses). Although not all participants in this workshop were Punan, the Punan were clearly the most opposed against village mergers. In a follow-up meeting in Long Loreh, the four villages in this location also rejected the merger. In this case, the Punan of Pelancau and Bila Bekayuk were most decisive, with 41 out of 45 opposing it. Again, the Punan feared marginalization in an ethnically mixed village. They are now discussing the possibility of establishing a separate territory upstream, and some have already moved upstream to claim and settle territories. In fact, CIFOR suggested that the government establish a special-purpose forest area upstream as territory for the Punan, following the precedent of the Krui area in Lampung; but the government’s reaction, to date, is unclear. It appears committed to its decision to merge villages despite local opposition.
Translation - Indonesian
Punan Malinau memiliki posisi yang khusus dalam konstelasi kekuasaan di daerah. Hingga tahun 1970-an, sebagian besar mereka adalah nomaden, menggantungkan hidup pada berburu dan mengumpulkan. Mereka kurang terorganisir dibanding dengan kelompok-kelompok yang lain dan hampir tidak memiliki perwakilan di pemerintahan, kecuali sejumlah kecil guru-guru Punan. Oleh karena itu mereka sangat dirugikan dalam negosiasi batas-batas dan keuntungan-keuntungan. Contohnya adalah kasus Mirau, pertengahan tahun 2000, dimana warga yang baru pulang dari perjalanan mengumpulkan hasil hutan menemukan sempadan mereka dengan Laban Nyarit telah ditandai oleh tim pemetaan gabungan Mirau–Laban Nyarit, yang sebelumnya tidak pernah diinformasikan kepada mereka.

Bahkan ketika Punan telah berbagi pembuatan keputusan dengan kelompok etnis yang lain, mereka menghadapi beban tambahan yaitu prasangka, karena jumlah mereka sedikit dan tidak memiliki pengaruh politik. Ketika negosiasi dan perjanjian-perjanjian telah ditetapkan, desa-desa mengalami kesulitan untuk menegakkan poin yang terakhir. Kegiatan-kegiatan IPPK yang mencakup membelah jalan melewati wilayah desa-desa lain, setidaknya di empat kasus (Setulang, Gong Solok, Laban Nyarit dan Long Loreh), yang menebang pohon-pohon kayu atau menghancurkan pohon buah-buahan yang bernilai, telah menimbulkan kemarahan di kalangan penduduk desa Punan, yang diketahui telah mengklaim tanah-tanah tersebut (Anau et al, 2002).

Dengan taruhan sumber daya-sumber daya yang bernilai, atmosfir persaingan yang ketat dan tidak adanya rasa percaya, ancaman penggabungan wilayah telah menimbulkan kegelisahan yang baru. Sebagian besar kegelisahan ini berkaitan dengan pertanyaan tentang hak-hak penduduk. Apakah sekarang mereka harus berbagi hak-hak mereka dengan semua orang di desa yang baru, bahkan dengan orang yang berada di luar kelompok etnis atau klan mereka? Apakah mereka kehilangan hak-hak atas milik pribadi yang berlokasi di satu desa selain desa dimana mereka bertempat tinggal? Apa yang terjadi dengan klaim untuk meninggalkan wilayah-wilayah?

Kegelisahan ini terlihat saat lokakarya komunitas tahunan yang diadakan CIFOR di Setarap, bulan April 2003. Ketika ditanya mengenai pendapat mereka tentang penggabungan desa-desa, 31 dari 51 peserta menyatakan tidak setuju. Sebagai tambahan terhadap kurangnya kepercayaan terhadap pemerintah (11 jawaban), alasan utama adalah ketakutan akan kehilangan hak atas sumber daya yang mereka klaim (9 jawaban). Meskipun tidak semua peserta dalam lokakarya ini adalah kelompok Punan, namun Punan jelas-jelas merupakan kelompok yang paling menolak penggabungan desa. Dalam pertemuan lanjutan di Long Loreh, keempat desa di lokasi ini juga menolak penggabungan. Dalam hal ini, Punan dari Pelancau dan Bila Bekayuk merupakan kelompok yang paling tegas, dengan 41 dari total 45 menolak penggabungan tersebut. Sekali lagi, Punan khawatir terpinggirkan di dalam sebuah desa yang berisi campuran etnis. Saat ini mereka tengah mendiskusikan kemungkinan untuk mendirikan wilayah terpisah di daerah hulu, dan beberapa telah pindah ke daerah hulu untuk mengklaim dan menempati wilayah-wilayah itu. Pada kenyataannya, CIFOR menyarankan pemerintah membentuk sebuah Kawasan dengan Tujuan Istimewa di bagian hulu, sebagai wilayah teritori Punan, mengikuti apa yang dilakukan pada daerah Krui di Lampung; namun hingga saat ini reaksi pemerintah tidak jelas. Tampaknya pemerintah terikat pada keputusan untuk menggabungkan desa-desa meskipun penduduk setempat menolak.
Indonesian to English: PROGRESS REPORT
Source text - Indonesian
3.1. Lokakarya Kabupaten Program KABSA
Lokakarya Program KABSA tingkat kabupaten dilakukan di 3 kabupaten (Aceh Besar, Aceh Jaya dan Aceh Barat) dalam quartal ini, lokakarya ini bertujuan; menjelaskan hasil capai progan TA 2007/8, merumuskan rencana strategi implementasi Program KABSA untuk satu tahun ke depan. Sementara itu ada tiga hasil yang diharapkan dari lokakarya ini, adalah;

a. Ada pemahaman pemerintah kabupaten terhadap hasil dan manfaat program KABSA yang berbasis masyarakat
b. Adanya rumusan mengenai langkah-langkah pengembangan program kesehatan berbasis masyarakat kedepan.
c. Adanya pembagian peran antaran Pemerintah Kabupaten (dalam hal ini Dinas Kesehatan) dengan PCI dalam peningkatan kapasitas NAKES dan kader dalam pelaksanaan program kesehatan berbasis masyarakat.

Lokakarya ini melibatkan Kepala Dinas Kesehatan & Dinas Pendidikan sebagai narasumber dan salah satu yang mempresentasikan keberhasilan Program KABSA adalah kader TKA dan kader Desa SiAGa, sehingga proses lokakarya menjadi semakin bersemangat dan cerdas. Dalam acara ini juga terjadi proses diskusi yang hangat seputar kebijakan pemerintah dalam mendukung kegiatan yang berkaitan langsung dengan program KABSA.

Dari proses lokakarya diatas, akhirnya melahirkan beberapa kesepakatan dan rekomendasi, dapat dilihat dalam attachment2, dan kesepakatan tersebut didiskusikan bersama dengan pihak PEMDA setempat (Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, beserta jajaran mereka masing-masing, dan pihak kecamatan) dan perwakilan kader, serta akan dimonitoring secara bersama.


3.2. Objective 1: Improved capacity of local institutions to implement sustainable maternal and child health programs
Kegiatan yang berhubungan dengan Objektif 1 dalam priode ini adalah; Melakukan analisa kebutuhan tentang Polindes & Posyandu, Melatih tenaga kesehatan kecamatan dan kabupaten sesuai kebutuhan, Mengidentifikasi dan melatih tim desa untuk mengelola program KIA dan air bersih, Kemitraan bidan dan dukun secara efektif, Mengangkat dan melatih kader posyandu dalam operasi Posyandu, dan Melatih kader posyandu TKA.
Translation - English
3.1. KABSA Program District Workshop
KABSA Program Workshop at the district level was conducted in 3 districts (Aceh Besar, Aceh Jaya dan Aceh Barat) and for this quarter the worshop aimed at explaining the achievement of FY 2007/8 program, and formulating KABSA program strategic plan for the next one year. Meanwhile, three results are expected from this workshop, such as:

a. Developed district government understanding of the results and benefits of community-based KABSA program.
b. Formulated actions to develop comunity-based health program in the future.
c. Divided roles between District Government (in this case is the District Health Office) and PCI in improving NAKES and kader capacity to implement community-based health program.

The workshop involved the Head of District Health Office and District Education Office as resource persons. Moreover, TKA and Desa SiAGa kaders are able to make lively discussion by presenting the success of KABSA Program. There is also lively discussion of government policy to support activities related directly to KABSA program.

The workshop resulted in several agreements and recommendations, see attachment2, and such agreement have been discussed with local government authorities (District Health Office, District Education Office as well as their lines, and also subdistrict offices) and kader representatives, and will be monitored by all parties.


3.2. Objective 1: Improved capacity of local institutions to implement sustainable maternal and child health programs
In this period, some activities related to Objective are; Analysing the needs of Polindes & Posyandu, Trained district and subdistrict health officers according to their needs, Identified and trained village team to manage KIA and clean water program, Effective partnership between midwives and TBA, Appointed and trained kader posyandu in posyandu operation, and Trained TKA kader posyandu.

Translation education Atmajaya University
Experience Years of experience: 20. Registered at ProZ.com: Aug 2007.
ProZ.com Certified PRO certificate(s) N/A
Credentials N/A
Memberships N/A
Software Adobe Acrobat, Adobe Photoshop, Microsoft Excel, Microsoft Word, Powerpoint, Wordfast
Website http://www.proz.com/profile/719144
CV/Resume CV available upon request
Professional practices awanty endorses ProZ.com's Professional Guidelines (v1.0).
Bio
I have experience interpreting and translating for UN Agency, International NGOs, government and academic institutions as well as publisher.
My area of expertise are:
Business/Commerce (general)
General / Conversation / Greetings
Marketing / Market Research
Agriculture/ Livestock / Fisheries / Marine and Aquatic Biology
Tourism and Travel
Environmental Science / Forestry / Wood / Timber
Microbiology and Bacteriology
Public Health Education and Promotion
Government / Politics/Ethnic and Cultural Studies / Women Studies
International Org / Development / Cooperation
Journalism and Mass Communication
Education
Keywords: Indonesian, English, translator, penterjemah, interpreter, jurubahasa, development, livestock, avian influenza, flu burung. See more.Indonesian, English, translator, penterjemah, interpreter, jurubahasa, development, livestock, avian influenza, flu burung, peternakan, social science, journalist, media, agriculture, pertanian, development, pembangunan, community development, training material, forestry, kehutanan, Business/Commerce (general), Conversation / Greetings, Marketing / Market Research, Agriculture, Livestock, Fisheries, Marine and Aquatic Biology, Tourism and Travel, Environmental Science, Forestry, Public Health Education and Promotion, Government, Politics, Ethnic and Cultural Studies, Women Studies, International Org, Development and Cooperation, Journalism and Mass Communication, Education. See less.


Profile last updated
Dec 1, 2012



More translators and interpreters: English to Indonesian - Indonesian to English   More language pairs